Rabu, 11 Mei 2011

kangker servix

3. Kanker Leher Rahim (Serviks)
a. Pengertian
Kanker serviks adalah kanker (tumor ganas) yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk kea rah rahim yang terlet yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk kearah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina). Kanker ini biasanya terjadi pada wanita yang telah berusia 35-55 tahun, tetapi bukti statistic menunjukkan bahwa kanker leher rahin dapat juga menyerang wanita yang brumur antara 20-30 tahun (Sukaca, 2008).
b. Penyebab
Sekitar 90-995 penyebab utama terjadi kanker serviks adalah Human Papiloma Virus (HPV). Virus ini menimbulkan kutil pada pria maupun wanita, termasuk kutil pada kelamin yang disebut Kondiloma Akuminata, sehingga dapat dengan mudah ditularkanan penetrasi namun cukup melalui sentuhan kulit di wilayah genital tersebut (skin to skin genital contact).
Dibutuhkan waktu kurang lebih tiga bulan dari saat terpapar HPV sampai dapat di deteksi (Carol, 2006). Setiap wanita beresiko terkena
virus HPV, namun infeksi tersebut tidak selalu berkembang menjadi kanker seviks karena sebagia besar infeksi HPV (50-70%) akan menghilang melalui respon imun alamiah setelah melalui masa beberapa bulan hingga dua tahun. Apabila dibiarkan bahkan jika kekebalan tubuh menurun maka virus ini akan berkembang menjadi kanker serviks yang mematikan (WHO, 2008).
c. Gejala
Pada stadium awal kanker serviks tidak memperlihatkan gejala sehingga sulit untuk diketahui, jika sudah pada stadium lanjut dapat memperlihatkan gejala-gejala sebagai berikut :
1) Keputihan yang lama sembuh, bahkan semakin lama berbau busuk oleh karena infeksi dan pembusukan jaringan
2) Perdarahan disertai rasa nyeri yang terjadi saat senggama (post coital bleeding), perdarahan yang dialami makn lama makin sering bahkan diluar senggama.
3) Nyeri disekitar daerah panggul akibat penyebaran sel-sel kanker keserabut syaraf.
4) Kesulitan atau yeri pada saar berkemih.
5) Pada stadium terminal akan timbul gejaa akibat penyebaran sel kanker keorgan dalam, misal menyebar ke ginjal dan paru-paru (Sahrial, 2009).
d. Factor Resiko Kanker Leher Rahim
1) Hubungan Seksual atau Menikah Usia Dini
Ini merupakan resiko utama semakin muda seseorang melakukan hubungan seksual semakin tinggi resiko terkena kanker serviks. Menurut penelitian wanita yang yang melakukan hubungan seksual di usia 17 tahun mempunyai resiko tiga kali terkena kanker serviks bila dibandingkan dengan wanita yang melakukan hubungan seksual pada usia 20 tahun.
2) Berganti Pasangan Seksual
Perilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan akan meningkatkan kemungkinan penularan HPV :
3) Merokok
Wanita perokok mempunyai resiko terkena kanker leher rahim dua kali lipat dibandingkan dengan wanita bukan perokok. Penelitian menunjukkan lender rahim pad awanita perokok mangandung nikotin dan zat-zat lain yan terkandung dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan terhadap infeksi virus.
4) Defisiensi Zat Gizi
Bebarapa penelitian manytakan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan resiko terjadinya dysplasia sedang dan ringan. Pada wanita dengan rendah beta karoten dan vitamn A juga dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks.
5) Trauma Kronis pada Leher Rahim
Trauma kronis pada leher rahim dapat disebakan oleh infeksi pada persalinan dan iritasi manahun (Andrijono, 2009).
e. Penetapan Stadium
System yang umumnya digunakan pembagian stadium kanker serviks adalah system yang diperkenalkan oleh Internasional Federation of Ginecology and Obstetrics (FIGO). Pada system ini, angka romawi 0 sampai IV menggambarkan stadium kanker. Semakin besar angkanya, maka kanker semakin serius dan dalam tahap lanjut.
1) Stadium 0, stadium ini disebut juga Carsinoma In Situ (CIS). Tumor masih dangkal, hanya tumbuh dilapisan sel serviks.
2) Stadium I, kanker telah tumbuh di dalam serviks, namun belum menyebar kemanapun. Stadium I dibagi menjadi :
a) Stadium IA1, dokter tidak dapat melihat kanker tanpa mikroskop. Kedalamannya kurang dari 3 mm dan besarnya kurang dari 7 mm.
b) Stadium IA2, dokter tidak dapat melihat kanker anpa mikroskop. Kedalamannya antara 3-5 mm dan besarnya kurang dari 7 mm.
c) Stadium IB1, dokter dpat melihat kanker dengan mata telanjan. Ukuran tidak lebih besar dari 4 cm.
d) Stadium IB2, dokter dapat melihat kanker dengan mata telanjang. Ukuran lebih besar dari 6 cm.
3) Stadium II, kanker berada dibagian dekat serviks tapi bukan diluar panggul.
Stadium II dibagi manjadi :
a) Stadium IIA, kanker meluas sampai keatas vagina, tapi belum menyebar ka jaringan yang lebih dalam dari vagina.
b) Stadium IIB, kanker telah menyebar kejaringan sekitar vagina dan serviks, namun beum sampai kedinding panggul.
4) Stadium III, kanker telah menyebar kejaringan lunak sekitar vagina da serviks sepanjang dinding panggul. Mungkin dapat menghambat aliran urin kekandung kemih.
5) Stadium IV, pada stadium ini kanker telah menyebar kebagian lain tubuh, seperti kandug kemih, rectum, atau paru-paru.
Stadium IV dibagi mejadi :
a) Stadium IVA, kanker telah menyebar keorgan terdekat, seperti kandung kemih dan rectum.
b) Stadium IVB, kanker telah menyebar keorgan yang lebih jauh seperti paru-paru (Sukaca, 2009).
f. Cara Pencegahan
Banyak tindakan pencegahan sebelum terinfeksi HPV dan akhirnya tidak menderita kanker serviks, antara lain :
1) Miliki pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan sereal untuk merangsang system kekekbalan tubuh. Misalnya mengkonsumsi berbagai karoten, vitamin A, C, dan E, dan asam folat dapat mengurangi resiko terkena kanker leher rahim.
2) Hindari merokok. Banyak bukti menunjukkan penggunaan tembakau dapat meningkatkan resiko terkena kanker serviks.
3) Hindari seks sebelum menikah atau diusia dini atau belasan tahun
4) Hindari berhubungan seks selama masa haid terbukti efektif untuk mencegah dan menghambat terbentuknya dan berkembangnya sel kanker serviks.
5) Hindari berhubungan seks dengan berganti-ganti pasangan.
6) Secara rutin menjalani pap smear secar teratur.
7) Alternative pap smear yaitu inspeksi visual asam asetat (IVA) dengan biaya yang lebih murah dari pap smear. Tujuannya untuk mendeteksi secara dini terhadap lesi pra-kanker.
8) Pemberian vaksin atau vaksinasi HPV untuk mencegah ternfeksi HPV.
9) Melakukan pembersihan organ intim (vaginal toilet). Tujuannya untuk membersihkan organ intim wanita dari kotoran dan penyakit (Eni Setiati, 2009).
g. Pengobatan
Beberapa pengobatan bertujuan mematikan sel-sel yang mengandung virus HPV. Cara lainnya adalah dengan menyingkirkan bagian yang rusak atau terinfeksi dengan pembedahan listrik, pembedahan laser, atau cryosurgeryi (membuang jaringan abnormal dengan pembekuan). Jika kanker serviks sudah sampai stadium lanjut, maka akan dilakukan terapi kemotherapy. Pada beberapa kasus yang
parah mungkin juga dilakukan hyterektomi yaitu operasi pengangkatan rahim atau kandungan scara tota. Tujuannya untuk mebuang sel-sel kanker serviks yang sudah berkembang pada tubuh (Rasjidi, 2007).

kanker serviks

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap wanita beresiko terkena kanker serviks, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), seorang wanita meninggal setiap dua menit akibat kanker serviks dan diperkirakan angka kematian mencapai 270.000 kematian setiap tahunnya. Di Indonesia diperkirakan 90-100 kasus kanker serviks diantara 100.000 penduduk, atau sekitar 180.000 kasus baru per tahun. Ini merupakan angka kematian yang besar, yang memicu stress baik dari segi emosional maupun fisik terhadap wanita bahkan pada tahap pra-kanker (potensi terjadi kanker).
Resiko penderita kanker serviks adalah wanita yang berusia lebih dari 35 tahun karena pada usia tersebut system reproduksi mulai berkurang, namun studi epidemiologic menunjukkan faktor resiko juga terjadi pada wanita yang aktif berhubungan seks sejak usia sangat dini (<20 tahun), sering berganti pasangan seks, atau yang berhubungan seks dengan pria yang suka berganti pasangan. Gejala kanker ini tidak terlalu kelihatan pada stadium dini, oleh karena itu kanker serviks di anggap sebagai “The Silent Killer”.(WHO, 2008)
Angka kejadian kanker serviks di dunia 85% terjadi di negara-negara berkembang, penyebabnya adalah karena tidak adanya program screening yang efektif bagi wanita dengan sosial ekonomi rendah. Oleh sebab itu program-program screening saat ini terlaksana dengan tujuan dapat mendeteksi tanda-tanda perkembangan sel yang abnormal secara dini sehingga memungkinkan perawatan secara dini dan cepat.(Sahrial, 2009)
Profil kesehatan 2008 menyebutkan bahwa pada tahun 2008 di Kota Semarang berdasarkan laporan program yang berasal dari Rumah Sakit dan Puskesmas, kasus penyakit kanker yang ditemukan sebanyak 11.862, terdiri dari kanker payudara 5.367 kasus, kanker serviks 5.939 kasus, kanker hati dan empedu 300 kasus, kanker bronkus dan paru 265 kasus. Data tersebut menunjukkan bahwa kanker yang paling banyak terjadi adalah kanker serviks. Sedangkan pada bulan Januari sampai Oktober 2010, kasus penyakit kanker servik ditemukan sebanyak 2039 kasus. Dimana ditemukan sebanyak 1889 kasus di Rumah Sakit dan 150 kasus di Puskesmas.
Direktur Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama mengatakan bahwa pada tahun 2010 di beberapa Negara maju, skrining kanker servik dengan tes pap secara luas terbukti mampu menurunkan angka kejadian kanker servik invasive hingga 90% dan menurunkan mortalitas hingga 70-80%. Tapi penyelenggaraan tes pap secara luas apalagi secara nasional sangat sulit dilaksanakan di Indonesia. Hal ini disebabkan terkendala oleh faktor belum tersedianya sumber daya, khususnya spesial Patologi Anatomi dan skriner sitologi sebagai pemeriksa sitologi disemua ibu kota provensi, apalagi di kabupaten di Indonesia.
Perlu upaya pemecahan masalah dengan metode skrining lain yang lebih mampu laksana untuk mengatasi hal tersebut, cost effective dan dimungkinkan dilakukan di Indonesia. Salah satu metode alternative skrining kanker serviks yang dapat menjawab ketentuan-ketentuan tersebut adalah inspeksi visual dengan pulasan asam asetat (IVA). IVA adalah pemeriksaan skrining kanker servik dengan melihat secara langsung perubahan pada serviks setelah dipulas dengan asam asetat 3 – 5%.
IVA sebagai suatu pemeriksaan skrining alternative, pemeriksaan ini memiliki beberapa manfaat jika dibandingkan dengan uji yang sudah ada, yaitu efektif (tidak jauh berbeda dengan uji diagnostik standar), lebih mudah dan murah, peralatan yang dibutuhkan lebih sederhana, hasilnya segera diperoleh sehingga tidak diperlukan kunjungan ulang, cakupannya lebih luas, dan pada tahap penapisan tidak dibutuhkan tenaga skriner untuk memeriksa sediaan sitologi. Informasi hasil dapat diberikan segera. Keadaan ini lebih memungkinkan dilakukan dinegara berkembang, seperti Indonesia, karena hingga kini tenaga skriner sitologi masih sangat terbatas. Data pada tahun 2003 tenaga skriner belum mencapai 100 orang. Demikian pula halnya dengan spesialis patologi, juga masih terbatas. Diharapkan dengan IVA, peran spesialis Patologi dalam rangkaian upaya penapisan kanker serviks dengan didelagasikan sebagian kepada tenaga kesehatan lain, misalnya bidan (Laila,2006).
Pemeriksaan metode IVA sendiri mulai dicanangkan di Indonesia oleh Departemen Kesehatan Jawa Tengah sejak pertengahan tahun 2009. Pemeriksaan ini dapat dilakukan di puskesmas atau di tempat bidan praktek bidan swasta Karena selain praktis dan murah, metode ini juga mempunyai akurasi yang tinggi sehingga banyak wanita tertarik mengikuti pemeriksaan IVA. Syarat pemeriksaan dengan metode ini adalah wanita yang sudah pernah menikah, dan dianjurkan untuk wanita yang berusia 30-50 tahun, karena pada usia tersebut wanita lebih rentan terkena kanker serviks.(Sahrial, 2009)
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dari puskesmas Halmahera Semarang, di peroleh data dari tanggal 4 Januari sampai 22 Februari 2011 pada tiap kali dalam satu minngu, jumlah wanita yang periksa dengan metode IVA sebanyak 54 orang yang rata-rata berusia ≥35 tahun, dengan alasan mengikuti pemeriksaan metode IVA karena keinginan sendiri dan peduli terhadap kesehatan dirinya.
Peneliti tertarik mengambil judul ini karena banyaknya angka kejadian kanker serviks pada wanita dan adanya program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA yang dicanangkan oleh pemerintah, sehingga peneliti ingin mengetahui apakah program ini dapat membuat perilaku masyarakat untuk mengikuti pemeriksaan screening kanker serviks dengan metode IVA. Alasan peneliti mengambil lokasi penelitian di wilayah kerja puskesmas Halmahera Semarang karena puskesmas tersebut adalah salah satu puskesmas di Semarang yang sudah mulai melaksanakan pemeriksaan metode IVA pada semua wanita yang sudah pernah menikah.
Berdasarkan data di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang IVA (Inspeksi Visual Asam aseta) Dengan Perilaku pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Halmahera Semarang”.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang dan alasan-alasan di atas menjadi masalah penelitian yaitu “Adakah Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang IVA (Inspeksi Visual Asam asetat) Dengan Perilaku pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Halmahera Semarang?”.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang IVA (inspeksi visual asam asetat) dengan perlaku pemeriksaan IVA.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi karakteristik responden
b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang IVA
c. Untuk mengetahui perilaku ibu terhadap pemeriksaan IVA
d. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang IVA dengan perilaku pemeriksaan IVA.




D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan tentang tingkat pengetahuan ibu rumah tangga tentang IVA dan menambah pengetahuan tentang kanker serviks dan pemeriksaan IVA.
2. Manfaat Bagi Institusi
a. STIKES Karya Husada
Dapat digunakan sebagai studi pustaka sehingga menambah pengetahuan mahasiswa serta pembaca pada umumnya tentang kanker serviks, pemeriksaan IVA, dan bagaimana perilaku ibu terhadap pemeriksaan IVA.
b. Bagi Puskesmas Halmahera
Dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka peningkatan kesehatan wanita khususnya pemeriksaan IVA. Sehingga, dapat menurunkan angka kejadian kanker serviks.
3. Manfaat Bagi Masyarakat (Khususnya Wanita)
Diharapkan masyarakat terutama wanita untuk mengubah perilaku kesehatan dengan mengikuti pemeriksaan metode IVA, agar dapat mendeteksi secara dini kanker serviks. Dan mencegah kanker serviks, dan menurunkan angka kanker serviks.
4. Manfaat Bagi Dinas kesehatan
Diharapkan dapat digunakan sebagai serta mengetahui keefektifan program pemerintah yang telah terlaksana, khusunya program screening kanker serviks dengan metode IVA. Sehingga dapat menurunkan angka kejadian kanker serviks.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian lain yang ada hubungannya tentang IVA dengan kejadian kanker serviks pernah dilakukan adalah sebagai berikut :
Penulis Judul Variabel Jenis dan Desain Hasil Perbedaan
Persamaan
Siti Solekhah Hubungan antara karakteristik wanita terhadap kesadaran Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) diwilayah kerja puskesmas Jekulo Kudus tahun 2010 Kesadaran wanita terhadap dan karakteristik wanita Kuantitatif korelasi dengan pendekatan cross sectional Sebagian besar wanita berumur tidak sehat reproduksi 43 orang, pendidikan akhir SMP/MTS 36 orang, dan yang sudah bekerja 47 orang. Terdapat hubungan antara karakteristik wanita berdasarka umur, pendidikan, dan pekerjaan terhadap kesadaran IVA. Perbedaan :
1. Judul
2. Tempat
3. Waktu
4. Jenis penelitian

Persamaan :
1. Pendekatan
2. Karakteristik responden
3. Tentang IVA
4. Analisis
Sri Suyatmi Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan motivasi untuk melaksanakan metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) pada wanita usia subur (WUS) di kelurahan Bojong Salaman Wilayah kerja puskesmas Karangayu Semarang tahun 2010 Tingkat pengetahuan ibu tentang IVA dan motivasi WUS untuk melakukan metode IVA Korelasi menggunakan metode survey dengan pendekatan cross sectional Tingkat pengetahuan WUS termasuk kurang (65,9%). Sedangkan tingkat motivasi juga masih rendah (63,6%). Sehingga ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan motivasi untuk melaksanakn metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) pada wanita usia subur (WUS) dikelurahan Bojong Salaman wilayah kerja Puskesmas Karangayu Semarang. Perbedaan :
1. Judul
2. Tempat
3. Waktu
4. Pendekatan penelitian
Persamaan:
1. Jenis penelitian
2. Karakteristik responden
3. Analisis

Sehingga perbedaan antara penelitian dengan penelitian yang terdahulu adalah pada judul, tempat dan waktu penelitian. Penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) dengan perilaku pemeriksaan IVA di wilayah kerja Puskesmas Halmahera Semarang.